Jalan Kelam Ustaz 'Gapleh' Evie: Kisah Penjara, Ibu dan Hijrah
Bandung - "Saya ingat mati!" ucap Evie Effendi tegas.Ungkapan tersebut terlontar dari mulut mubalig asal Kota Bandung ini saat mengingat perjalanan hijrah mendekatkan diri kepada Maha Pencipta. Masa muda yang kelam telah Evie arungi. Pernah merasakan menjadi berandal, adu jotos, hingga meringkuk di lantai ruang penjara.
"Saya pernah melukai perut teman pakai pisau cutter. Ya selama tiga bulan berada di penjara Rutan Kebonwaru" tutur Evie usai berdakwah dalam acara 'Tasyakur Kemerdekaan' HUT Ke-72 Republik Indonesia di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa,
Jumat (18/8/2017).
Ia mengingat kisah tersebut terjadi pada tahun 2000. Usianya menginjak 24 tahun. "Waktu itu masa saya transisi," ujar Evie yang tenar dijuluki ustaz 'gapleh' atau gaul tapi soleh.
Pria kelahiran Bandung 19 Januari 1976 ini merenung selama masa tahanan. Tobat begitu bergejolak di benaknya. Hidup di dunia hanya sementara, dia mengingat ajal kematian yang hanya menjadi rahasia Maha Pencipta.
"Penjara itu neraka dunia. Kebayang enggak neraka akhirat?" ucap Evie.
Dia bangkit. Sel jeruji besi membawanya menapaki lika liku lembaran cerita baru. "Di dalam penjara itu enaknya zikir. Selama di dalam (Rutan Kebonwaru) kerjaan saya salat dan zikir," tuturnya.
Anak pasangan Teti Rusmiati dan Iyus Rusdi ini mantap bertobat. Evie sadar telah menyusahkan kedua orang tuanya tersebut gara-gara kenakalan berujung bui. Namun, ibu tercinta Evie tak henti menyemangati dan berdoa sambil berurai air mata.
"Dari situ saya berpikir, tong baong deui (jangan nakal lagi). Mamah (Teti) sudah sakit saat merasakan saat melahirkan saya, tapi lebih sakit lagi ketika anaknya ini ngacapruk (ngaco)," ucap Evie.
Sejak menghirup udara bebas, Evie mulai membuka lembaran baru. Dia buang-buang jauh hikayat bejat. Evie percaya, tidak ada kata terlambat menuju arus kebaikan.
"Setiap orang suci punya masa lalu, orang berdosa seperti kita jangan pesimistis, pasti punya masa depan. Bertobatlah sebelum ajal tiba. Karena ajal itu tidak pernah menunggu tobat kita," tuturnya.
Ia rajin mendatangi kajian dan pengajian di masjid-masjid. Evie belajar lebih dekat memahami ilmu pengetahuan dan syariat ajaran Islam. Evie yang hanya tamatan SMP 49 Bandung ini terus belajar memperdalam agama.
Singkat cerita, semasa hijrah itu Evie mulai berani menularkan pengetahuan agama Islam kepada teman-temannya. Secara bertahap ia mengajarkan baca Alquran dan mengajak sohibnya untuk hijrah.
Evie rela meninggalkan pekerjaannya sebagai peracik warna yang digelutinya selama 10 tahun di salah satu perusahaan kain. "Sekarang saya banting setir ke hijrah. Pengen ngurus barudak (anak-anak yang hijrah, red) bagaimana mereka konsisten menjaga wudu.
Proses hijrah Evie dan hengkang dari pekerjaannya sempat menemui alur rumit. Istrinya, Anie Mulyanie, meminta cerai. Risiko itu Evie hadapi.
"Saya mulai dari nol lagi. Istri waktu itu belum paham bahwa proses hijrah itu makan komitmen. Tapi yasudahlah," ucapnya.
Namun, sambung Evie, Allah berkehendak lain. Setelah sempat bercerai, Evie kembali menikah dengan Anie. "Sama Allah dikembalikan, kami sekarang ngariung (ngumpul) lagi," ucap Evie.
Kini Evie dan Anie tinggal bersama empat anaknya Shakkilla Tushalimah, Nazwa Amalia Tsaqib, Dzakira Talitha Eviani dan Shaquena Humaira.
Dakwah On The Street
Ustaz Evie memiliki tekad mengajak kawula muda di Bandung berhijrah. Ustaz nyentrik yang berpakaian gaul ala kawula muda ini tak lelah menyambangi masjid ke masjid. "Saya melakukan dakwah on the street," ucap Evie.
Gerakan Pemuda Hijrah diusung Evie dan koleganya. Gerakan tersebut direspons positif muda-mudi di Kota Bandung. Kini kajian dan pengajian Evie selalu dipenuhi jamaahnya.
Bukan hanya kawula muda, para pelaku kejahatan, budak narkoba dan pentolan geng motor di Bandung yang hijrah dirangkul Evie. Gelora hijrah ini ternyata sukses menyasar semua kalangan dan komunitas.
"Anak geng motor, korban narkoba, yang dulu edan sekarang jadi tukang azan. Lalu dulunya anak punk, sekarang jadi anak pengajian," kata Evie.
"Apapun komunitasnya, terpenting satu frekuensi, yaitu ingat kepada Allah," ucap Evie yang kini tiap hari sedikitnya tujuh kali aktivitas dakwah ke sejumlah tempat.
Gerakan hijrah ini gencar dikumandangkan Evie dan rekan-rekannya melalui sarana media sosial (medsos). "Manfaatkan teknologi itu untuk kebaikan dan jalan dakwah. Dampak dari medsos itu juara. Ternyata dakwah itu asyik dan indah," tutur Evie.
Komentar
Posting Komentar