WALIKOTA SIDIK DJOJOSOEKARTO
Nama yang tak pernah tertera
Pada jaman Jepang kedudukan Burgemeester atau walikota Mojokerto dihapuskan. Jabatan yang ada sejak jaman Belanda itu kemudian dirangkap oleh Bupati Mojokerto RTA Rekso Amiprodjo. Pada saat kemerdekaan Rekso Amiprodjo diturunkan oleh KNI Mojokerto dan digantikan Dokter Soekandar. Rekso harus diganti karema menolak mengibarkan bendera merah putih di kantor Kabupaten Mojokerto.
Gubernur Suryo yang sempat berkantor di Mojokerto pada awal kemerdekaan sebelum pindah ke Malang, merasa perlu menunjuk seorang Walikoto di Mojokerto. Pasalnya, populasi penduduk Mojokerto meningkat pesat setelah Surabaya dikuasai Sekutu. Banyaknya orang yang harus diurusi itulah salah satu alasannya. Maka ditetapkanlah nama Sidik Djojosoekarto selaku Walikota Mojokerto.
Sidik Djojosoekarto adalah wakil ketua KNI Kediri yang juga menjadi ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Jawa Timur. Pria kelahiran Blitar, 7 Juni 1908 merupakan penentang penjajahan yang gigih. Karena sikapnya itu, anak lurah Kepanjen Blitar, lulusan Sekolah Dagang Surabaya tersebut diharus rela dipecat dari jabatan guru Volkschool Surabaya pada jaman Belanda.
Mengapa Sidik Djojosoekarto tidak membentuk pemerintahan di Kota Mojokerto ? Entahlah, padahal pejabat lain yang ditunjuk Gubernur Suryo segera bekerja. Misalnya, Boediman Rahatdjo yang ditunjuk menggantikan RAA Setjodiningrat sebagai Bupati Jombang. Demikian pula dengan R. Oetomo yang ditetapkan sebagai Bupati Pacitan menggantikan R. Soewondo Ranoewidjojo.
Bisa jadi Sidik Djojosoekarto tidak sempat membentuk struktur pemerintahan Kota Mojokerto karena mendapatkan tugas yang lebih besar. Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai anggota Badan Pekerja di KNI Pusat yang berkedudukan di Jogjakarta. Kedudukannya sebagai Walikota Mojokerto tetap lowong karena Gubernur Surjo juga pindah posisi menjadi ketua DPA. Penggantinya, Dr. Soewondo melihat kebutuhan pemerintahan kota Mojokerto masih bisa dirangkap oleh Dr. Soekandar. Apalagi setelah itu Belanda masuk dan menguasai kota Mojokerto pada 17 Maret 1947.
Karir Sidik Djojosoekarto yang pada masa revolusi dikenal dengan nama panggilan Sidik Dingklang, terus menanjak dan dipercaya memegang kendali PNI dengan posisi ketua umum. Sebutan itu muncul untuk membedakan dengan nama Sidik lainnya, ada Sidik Kuthung untuk menyebut Mayor Sidik Arselan dari Pesindo dan ada juga Sidik Piteng. Tahun 1952 dia ditunjuk sebagai formatur bersama Sukiman (Masjumi) untuk membentuk kabinet baru yang dipimpin Wilopo. Sidik Djojosoekarto meninggal saat partai politik sedamg gencar-gencarnya,
melakukan kampanye Pemilu 1955. Meskipun ketuanya meninggal, PNI berhasil memenangkan pemilu pertama tersebut.
Kedudukan Walikota Mojokerto baru diisi setelah kemerdekaan berhasil direbut. Gubernur Moerdjani mengangkat R. Soedarsono Poespowardojo sebagai Walikota Kecil Mojokerto. Nama Sidik Djojosoekarto tidak tercantum sebagai Walikota Mojokerto karena memang tidak sempat menjabat posisi tersebut.
Berita tentang pengangkatan Sidik Djojosoekarto sebagai Walikota Mojokerto sempat dimuat dalam koran Suara Rakjat yang terbit di Malang tanggal 17 Juni 1946.
Sidowangun, 19 Mei 2018
Kedudukan Walikota Mojokerto baru diisi setelah kemerdekaan berhasil direbut. Gubernur Moerdjani mengangkat R. Soedarsono Poespowardojo sebagai Walikota Kecil Mojokerto. Nama Sidik Djojosoekarto tidak tercantum sebagai Walikota Mojokerto karena memang tidak sempat menjabat posisi tersebut.
Berita tentang pengangkatan Sidik Djojosoekarto sebagai Walikota Mojokerto sempat dimuat dalam koran Suara Rakjat yang terbit di Malang tanggal 17 Juni 1946.
Sidowangun, 19 Mei 2018
Komentar
Posting Komentar