Langsung ke konten utama
Perkembangan Sistem dan Alat Pembayaran

 

Perkembangan Sistem dan Alat Pembayaran di Indonesia



Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia

Perkembangan sistem pembayaran Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, melainkan berevolusi, lambat laun. Dan tahapan evolusi sistem pembayaran tersebut dimulai dari sistem perekonomian yang paling sederhana, yakni yang dikenal dengan istilah barter, dimana seseorang yang membutuhkan barang tertentu dapat memperolehnya dengan cara menukarnya dengan barang yang berbeda. Pada masa tersebut belum ada satuan nilai sebagai alat pengukur barang/jasa, sehingga orang mengukur suatu barang dengan barang lainnya.
 
Sistem barter tersebut kemudian digantikan dengan sistem “commodity currency” yaitu sistem pertukaran dengan menggunakan barang tertentu yang telah diterima secara umum sebagai media pertukaran (medium of exchange) maupun sebagai suatu standard nilai yang digunakan dalam pertukaran barang. Sebagai contoh, selama periode awal pemukiman Amerika, penduduknya menggunakan tembakau, beras, kayu, dan lain sebagainya sebagai medium of exchange.
·         Sistem barter dan “commodity curreny. ini sangat tidak efisien, antara lain karena :
·         Sulit mencari orang yang memiliki barang yang dibutuhkan, dan berkeinginan untuk menukarkan sebagian barangnya dengan barang yang ditawarkan,
·         Setiap orang mempunyai ide yang berbeda terhadap nilai barang yang akan dipertukarkan, dibandingkan dengan barang lainnya.
 
·         Nilai suatu barang yang dipertukarkan belum tentu mencerminkan nilai sebenarnya, serta belum tentu sesuai nilainya dengan barang yang diperoleh sebagai imbalan atas barang yang dipertukarkan.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan manusia, sistem tersebut menjadi tidak efisien lagi, sehingga muncullah uang sebagai alat ukur dan alat tukar yang dapat digunakan dalam perdagangan.
Bentuk uang itu sendiri secara fisik juga mengalami evolusi dari bentuk yang paling sederhana ke bentuk yang lebih maju sejalan dengan perkembangan teknologi. Uang dalam bentuk kerang dan batu-batuan berganti dengan lempengan logam dan logam mulia, untuk kemudian berubah lagi menjadi bentuk yang dianggap paling efisien yaitu uang kertas dan uang logam.
Penggunaan uang tunai (kertas dan logam) telah memberikan kepraktisan dalam melakukan suatu transaksi pembayaran. Namun sejalan dengan perkembangan perekonomian dan teknologi, penggunaan uang tunai ini kemudian hanya dirasa cukup praktis untuk pembayaran-pembayaran yang bernilai relatif kecil. Namun tidak demikian halnya untuk transaksi-transaksi yang nilainya cukup besar, karena diperlukan kuantitas fisik uang yang banyak, serta faktor keamanan karena orang akan merasa tidak aman bila membawa sejumlah uang tunai dalam jumlah besar.
 
Berbagai kendala dalam penggunaan uang tunai (kertas dan logam) mendorong munculnya inovasi-inovasi baru dalam penciptaan alat pembayaran yang bersifat nontunai. Alat pembayaran non-tunai yang saat ini kita kenal ada yang berbentuk paperbased (Cek/Bilyet Giro), card-based (Kartu Kredit, Kartu Debet) dan electronic based. Bahkan sejak tahun 2007 mulai dikenalkan uang elektronik yang ditujukan untuk jenis pembayaran mikro sebagai pengganti uang. Perkembangan teknologi juga telah memungkinkan perpindahan (transfer) dana secara elektronis yang cepat antar kota bahkan antar negara.
 
Di sisi sistem pembayaran non tunai, sebagaimana international common practice sistem pembayaran di Indonesia diklasifikasikan menjadi sistem pembayaran yang bersifat Systemically Important Payment System (SIPS), System Wide Important Payment System (SWIPS) dan sistem pembayaran yang bukan sebagai SIPS dan SWIPS. SIPS adalah sistem yang memproses transaksi-transaksi pembayaran yang bernilai besar dan apabila terjadi kegagalan dalam sistem pembayaran ini dapat menyebabkan terjadinya systemic risk yang dapat menimbulkan gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan, contohnya adalah sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BIRTGS).
Sementara itu SWIPS adalah sistem pembayaran yang digunakan oleh masyarakat luas, yang apabila terganggu, misalnya karena seringnya terjadi system breakdown atau adanya fraud akan mengakibatkan ketidaknyamanan masyarakat dan pada gilirannya dapat menimbulkan turunnya kepercayaan masyarakat atas sistem dan alat-alat pembayaran yang diproses melalui sistem tersebut. Di Indonesia yang termasuk dalam kategori SWIPS adalah Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan penyelenggaraan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK). Sementara, sistem pembayaran yang bukan sebagai SIPS dan SWIPS contohnya adalah money remittance.

Perkembangan Alat Pembayaran di Indonesia
Kehidupan ekonomi masyarakat tidak akan hidup tanpa peran uang di dalamnya. Kuat dan lesunya kehidupan ekonomi suatu masyarakat, sebagian besar amat ditentukan oleh lancar tidaknya aliran uang dalam perekonomian. Seperti halnya darah dalam tubuh, bila volumenya berlebihan akan mengakibatkan sakit, demikian pula sebaliknya, bila volumenya kurang, juga akan mengakibatkan tubuh lesu dan tidak sehat. Uangpun demikian, bila jumlahnya melebihi kebutuhan dalam perekonomian, maka akan mengakibatkan kehidupan ekonomi tidak normal, dan sebaliknya bila kurang akan mengakibatkan kelesuan bagi perekonomian. Untuk mengaturnya diperlukan pemahaman yang baik atas faktor-faktor yang mempengaruhi peredaran atau aliran uang. Demikianlah uang dapat menjadi sesuatu yang sangat penting untuk menggiatkan kehidupan perekonomian, akan tetapi uang juga dapat menjadi penyebab lesu bahkan runtuhnya kegiatan perekonomian. Terkait dengan itu diperlukan pemahaman yang baik tentang segala sesuatu berkenaan dengan uang, agar kita dapat memfungsikannya dengan baik bagi peningkatan kehidupan ekonomi.
 
a. Pengertian Uang
Orang awam seringkali memaknai uang dalam pengertian yang bermacam-macam. Kata uang seringkali disinonimkan dengan kekayaan. Bila ada orang menyatakan, “Badrun kaya” diartikan dia memiliki banyak uang. Dalam hal ini, bisa jadi Badrun memang memiliki banyak uang, tetapi yang dimilikinya bukan sekedar uang, mungkin dia juga memiliki saham, obligasi, mobil, rumah mewah dan barang-barang lain yang bukan sekedar uang. Secara umum orang awam mengidentikkan uang dengan kekayaan, oleh karena uang begitu fleksibel untuk dapat diubah menjadi barang dan jasa yang menopang tingkat kekayaan seseorang. Demikian pula orang awam seringkali menyamakan kata uang dengan pendapatan. Bila ada ungkapan, “Susie berhasil memperoleh pekerjaan yang baik dan menerima banyak uang setiap bulannya.” Uang dalam ungkapan tersebut, sebenarnya lebih tepat dinyatakan sebagai pendapatan, yaitu suatu aliran penerimaan yang diperoleh seseorang per unit waktu tertentu, dalam bentuk upah atau gaji karena kerja yang telah dijalaninya. Oleh karena aliran penerimaan tersebut biasanya dalam bentuk uang, maka orang awam menyamakan pengertian uang dengan pendapatan.


Kalangan ekonom mengartikan uang dengan cara yang lebih spesifik, yaitu segala sesuatu yang diterima secara umum dalam pembayaran untuk memperoleh barang dan jasa atau dalam pembayaran kembali hutang (Mishkin, 2004). Sebagai alat pembayaran, dengan pengertian tersebut, uang dapat dipahami sebagai mata uang biasa (currency) yang umum dipakai masyarakat dalam berbagai transaksi berupa lembaran kertas atau koin dari logam. Terkait dengan itu Kasmir (2003) memaknai uang sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu. Pada kenyataannya, masing-masing negara memang memiliki mata uangnya sendiri-sendiri dan umumnya mata uang tersebut hanya laku di negara yang bersangkutan. Meskipun demikian ada mata uang yang banyak diterima di berbagai negara, seperti US dollar dan Euro (dan dalam perkembangannya nanti, diperkirakan beberapa kawasan regional, seperti kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Amerika Selatan akan mengikuti jejak negara-negara Eropa untuk menggunakan satu jenis mata uang tertentu sebagai alat transaksi). Dalam perkembangan perekonomian, uang sebagai alat pembayaran tidak terbatas hanya berupa mata uang biasa yang umum dipakai dalam masyarakat, akan tetapi bisa pula berupa cek, atau kartu kredit, dan oleh karena dapat diterima sebagai alat pembayaran, maka keduanya dapat pula disebut sebagai uang. Pada golongan masyarakat yang telah maju, justru cek atau kartu kredit yang banyak dipergunakan sebagai alat pembayaran, meskipun untuk pembayaran akhirnya, tetap menggunakan mata uang biasa.


Sejak pertama peradaban manusia mengenal uang sebagai alat bantu pembayaran, hingga saat ini telah terjadi evolusi dalam sistem pembayaran. Perkembangan cara masyarakat untuk melakukan pembayaran dalam transaksi ekonomi akan mempengaruhi makna uang di masa-masa yang akan datang.

  •  Uang Komoditas (Commodity Money)


Pada perkembangan awal, mata uang sebagai alat pembayaran berupa barang atau komoditas yang diterima secara umum oleh masyarakat. Agar barang tersebut dapat diterima secara umum, maka harus berupa barang yang berharga. Sejarah mencatat ada beragam barang yang pernah dipakai masyarakat sebagai mata uang, akan tetapi yang banyak dipakai adalah logam mulia berupa emas atau perak. Sebagai alat transaksi, legalitas kedua logam tersebut sebagai alat pembayaran ditentukan dengan membentuknya menjadi keping uang logam. Hampir di setiap peradaban masyarakat kemudian mengenal mata uang yang terbuat dari emas atau perak. Penggunaan komoditas sebagai mata uang dirasakan tidak efisien, terutama untuk transaksi yang memerlukan mata uang dalam jumlah yang amat besar. Selain itu dilihat dari sisi keamanan juga tidak menguntungkan. Dapat digambarkan bila seseorang pada waktu itu melakukan transaksi yang memerlukan pembayaran dalam jumlah yang besar, maka untuk membawa uang logam yang amat banyak tentunya memerlukan biaya pengangkutan dan juga memerlukan pengamanan yang intensif, oleh karena jumlah uang yang demikian besar akan menarik penjahat untuk beraksi. Ketidakpraktisan penggunaan mata uang yang terbuat dari logam, menyebabkan manusia mencari alat pembayaran lain yang lebih praktis.
  •  Uang Kepercayaan (Fiat Money)


Kesulitan teknis dalam penggunaan uang komoditas, memunculkan kertas sebagai penggantinya, dan kemudian masyarakat mengenal mata uang kertas (paper currency). Pada masa awal pemakaiannya, oleh karena nilai bahan yang berupa kertas pada dasarnya sangatlah kecil bila dibandingkan dengan perannya sebagai alat tukar menukar, maka penerimaan atas uang kertas dalam transaksi, haruslah dijamin oleh logam mulia, artinya pemilik uang kertas sewaktu-waktu dapat menukarkannya dengan logam mulia yang menjadi jaminannya. Kepercayaan masyarakat bahwa uang kertas yang mereka terima benar-benar dijamin oleh logam mulia, merupakan hal paling penting pada proses awal penerimaan kertas sebagai alat pembayaran. Sejarah mencatat, pada mulanya karena kesulitan teknis dengan uang komoditas yang berupa logam mulia, masyarakat mulai menyimpan uang logamnya di bank, dan menerima surat bukti penyimpanan uang.
  • Cek (Checks)


Sebagai alat pembayaran umum yang diterima oleh masyarakat, uang kertaspun tidak terlepas dari kesulitan teknis seperti halnya uang komoditas terutama terkait dengan masalah keamanan. Untuk mengatasinya, dunia perbankan kemudian mengembangkan cek, yaitu suatu perintah dari seseorang kepada bank untuk mentransfer uang dari rekening orang yang bersangkutan kepada rekening orang lain ketika orang tersebut mendepositokan cek yang dimaksud. Melalui mekanisme pembayaran dengan cek, efisiensi sistem pembayaran dapat ditingkatkan, oleh karena dengan mekanisme yang dimaksud, tidak diperlukan pemindahan mata uang. Untuk transaksi dalam jumlah yang besar, penggunaan cek sangat menguntungkan, apalagi bila pihak-pihak yang melakukan transaksi sama-sama memiliki rekening pada satu bank, proses pembayaran hanya merupakan proses pemindah bukuan saldo yang ada pada rekening pihak-pihak yang bersangkutan. Proses yang agak rumit dialami bila antara pihak yang bertransaksi memiliki rekening pada bank yang berbeda, karena diperlukan proses clearing antar bank.
  •   Pembayaran Elektronik (Electronic Payment)


Penggunaan komputer yang meluas dan perkembangan jaringan komunikasi melalui komputer dengan internet, menciptakan sistem pembayaran yang jauh lebih murah, mudah dan efisien dari segi waktu dibandingkan sistem pembayaran dengan menggunakan cek. Tentu saja hal tersebut berlaku bagi golongan masyarakat yang telah mampu memanfaatkan teknologi komputer dalam sistem pembayaran elektronik. Dengan mengakses web site yang disediakan oleh bank, seseorang dapat melakukan pembayaran hanya dengan mengeclick beberapa pilihan di komputernya, sehingga tidak hanya biaya yang dapat dihemat, proses pembayaran hampir dapat dikatakan menjadi menyenangkan . Pada tahap perkembangan terakhir bahkan pembayaran elektronik dapat dilakukan dengan mudah melalui telepon genggam (handphone).
  •   Uang Elektronik (E-Money)


Pembayaran elektronik selain menggantikan pembayaran dengan cek, juga dapat menggantikan pembayaran secara tunai dalam bentuk uang eletronik (e-money), yaitu uang yang keberadaannya hanya dalam bentuk elektronik. Bentuk pertama dari uang elektronik berupa kartu debit (debit card). Dalam keseharian umum dikenal dengan kartu kredit yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam pembelian barang dan jasa melalui transfer pembayaran dari rekening bank konsumen yang bersangkutan ke rekening pedagang secara elektronik. Selain lebih aman, penggunaan kartu debit lebih efisien dibandingkan pembayaran secara tunai maupun dengan cek. Selain itu penggunaannya juga makin meluas, makin banyak toko, supermarket maupun pusat-pusat pembelanjaan dan beberapa pelayanan jasa seperti hotel, jasa transportasi, menyediakan layanan pembayaran dengan menggunakan kartu debit. Selain dalam bentuk kartu kredit, beberapa bank menerbitkan ATM yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan pembayaran secara elektronik seperti kartu debit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Batu Sumber Towo Yang Bertuah di Mojokerto Mojokerto - Wilayah Trowulan, Mojokerto yang menjadi pusat Kerajaan Majapahit masih menyimpan banyak misteri. Salah satunya Makam Panjang, dan mata air yang konon mempunyai banyak khasiat. Makam Panjang ini terletak di Dusun Ungah-unggahan, Desa/Kecamatan Trowulan. Situs ini berjarak sekitar 200 meter arah timur laut dari Kolam Segaran. Bangunan Makam Panjang ini cukup sederhana. Hanya berupa pendapa yang dinaungi pohon beringin raksasa. Namun, di dalamnya ada sebuah makam yang ukurannya tak lazim. Foto: Enggran Eko Budianto Berbeda dengan makam pada umumnya, makam yang satu ini berukuran 5x2 meter. Terdapat sebuah batu mirip batu nisan dengan tulisan bahasa Sansekerta. Sementara dua bangunan gapura mini di depan makam merupakan bangunan baru. "Pada batu tersebut terdapat tulisan angka tahun 1012 masehi dan perjalanan hidup manusia," kata Juru Kunci Makam Panjang Sunoto (55) kepada detikcom, Jum
Kunjungan Pabrik Otsuka SMK Negeri 1 Mojokerto   Saya sebagai salah satu pelajar SMK Negeri 1 Mojokerto,saya mendapatkan pengalaman baru dalam dunia kerja industri.Dalam hal ini saya akan menceritakan Pengalaman saya saat berkunjung ke Pabrik Otsuka di Kota Pasuruan. Saat saya berkunjung pertama kalinya ke Pabrik Otsuka,saat saya masuk ke pabrik saya disambut ramah oleh para pegawai-pegawai pabrik tersebut.Saat masuk saya diarahkan oleh pegawai ke sebuah ruangan.Diruangan tersebut kami diberi presentasi alasan Pabrik Otsuka didirikan.  Dari gambar logo diatas maksud logo tersebut Pabrik Otsuka.lambang O besar logo biru memiliki impian yang ingin diwujudkan yang belambangkan "Langit Biru".Sedangkan lambangO besar logo merah melambangkan semangat dalam meraih impian tersebut. Berikut ini proses produksi Pabrik Otsuka a.       Pembuatan Botol 1.     Injection moulding Gambar 2.1 Injection Moulding digunakan untuk pembuatan atau pembent

Orang-orang melayani tanpa pamrih

SP-Suharyanto  dijuluki polisi dunia lain, polisi partikelir yang dengan suka rela mengatur lalu lintas di perempatan trowulan sebelum di gusur oleh polisi cepek dia mengalah pindah di daerah Simpang empat Sooko Mojokerto. Berbeda dengan polisi cepek yang biasanya kita lihat di tempat lain. Istilah polisi cepek adalah julukan untuk orang yang mengatur lalu lintas dengan mengharap orang yang lewat memberikan uang ala kadarnya. Polisi beneran biasanya melarang operasi para polisi cepek itu karena dianggap malah mengganggu. Kadang-kadang motifnya bukan membantu mengatur keruwetan lalu lintas tapi semata-mata ingin mencari uang di jalanan. Tak ubahnya dengan apa yang dilakukan para peminta-minta dan pengamen jalanan. Entah apa alasannya polisi tidak melarang kegiatan polisi dunia lain ini. Terbukti sudah hampir sepuluh tahun Suharyanto menjadi polisi partikelir yang mengatur lalu lintas daerah Simpang empat sooko. Mungkin karena ia tidak menerima uang ala peminta