Jejak Soekarno yang 'Hilang' di Mojokerto
Menjadi Sang Proklamator dan presiden pertama Indonesia, Soekarno punya catatan sejarah yang panjang. Selain Blitar, Jakarta, atau Ende, rupanya Soekarno juga pernah meninggalkan jejak di Mojokerto, Jawa Timur.
Berawal dari browsing tentang kisah hidup Soekarno, saya baru tahu kalau dirinya pernah tinggal di Mojokerto. Dari buku karangan Peter Kasenda berjudul Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926-1933 yang dikutip dari Wikipedia. Dijelaskan, Soekarno bersekolah di Eerste Inlandse School saat di Mojokerto.
Beberapa informasi yang saya dapat dari berbagai sumber di internet, Soekarno pernah tinggal di sebuah rumah di sekitar kawasan Sekarsari, Kota Mojokerto. Saya lalu menancap gas dengan sepeda motor dan meluncur ke kawasan tersebut.
Di luar dugaan, ternyata masyarakat di sana justru tidak mengetahui rumah peninggalan Soekarno. Lebih dari lima orang dewasa tak mengetahui letaknya saat saya bertanya. Hingga akhirnya ada seorang anggota Satpol PP yang menyuruh saya ke rumah Suyono.
Suyuno adalah Ketua RT 3 RW 3 Balongsari, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto. Setiba di rumahnya, pria tua berusia 58 tahun itu langsung senyum sumeringah dan menyambut kedatangan saya dengan ramah. Apalagi, saat saya bertanya tentang sejarah hidup Bung Karno di Mojokerto.
"Begini Mas, itu bukan rumah Soekarno. Tapi, bisa dibilang sebagai rumah sewaan atau kost-kostan. Rumahnya tepat di Jalan Residen Pamuji atau di depan Jalan Gajahmada," ujar Suyono, Kamis (8/8/2013) silam.
Bagaimana dia tahu? Rupanya saat 40 hari meninggal Soekarno, digelar suatu pengajian di sana. Saat itu, Suyono yang berumur 15 tahun ikut ke sana dan makan-makan.
"Saya waktu itu ikut makan-makan dan tidak tahu apa-apa. Rupanya kata orang-orang, ini acara 40 hari Soekarno dan beliau pernah tinggal di sana," kata Suyono, pria kelahiran 1955 yang sejak kecil tinggal di dekat rumah peninggalan Soekarno tersebut.
Menurut Suyono, memang informasi mengenai rumah Soekarno di Mojokerto sangat minim. Dia pun hanya tahu sedikit informasi yang didapat dari orang tuanya. Itu pun dari mulut ke mulut.
"Soekarno tinggal di sana sekitar selama 4-5 tahun. Dia lalu di sekolahkan di sekolah Belanda yang kini jadi SMP 2 Mojokerto," papar Suyono.
Suyono punya analisis unik. Dia berujar, ada benang merah menjadi seorang pemimpin besar pada Soekarno kecil yang kala itu tinggal di Mojokerto.
"Soekarno kala itu tinggal di depan Jalan Gajahmada. Jalan itu adalah jalur yang sering dilewati Gajahmada sehari-hari, yang mana dia itu pemimpin pasukan Kerajaan Majapahit," papar Suyono.
Saya hanya mengangguk-angguk saja. Suyono pun tidak memaksakan saya untuk setuju dengan analisisnya. Lantas, apakah rumah Soekarno itu masih ada?
"Tahun 1990, rumah seluas 700 meter persegi itu dijual seharga Rp 700 juta. Kini sudah jadi ruko dan toko-toko," ungkap Suyono.
Setelah itu, saya bergegas menuju rumah Soekarno yang diberitahu Suyono. Saya pun diam seribu bahasa saat berada di depan rumah peninggalan Soekarno, yang kini berjejer tiga ruko. Bahkan, tidak ada satu papan penjelasan sekecil apapun yang menandakan Bung Karno pernah tinggal di sana. Setelah itu, saya pun melongok SMP 2 Mojokerto, namun tidak ada informasi yang tersisa di sana.
Sayang beribu sayang, pemerintah Kota Mojokerto tidak menjadikan rumah peninggalan Soekarno sebagai situs bersejarah. Suyono hanya mengangkat pundak, ketika saya bertanya mengapa bangunan bersejarah tersebut malah menjadi deretan ruko.
Suatu kata bijak terlintas di pikiran saya, 'bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya'. Lalu, apakah bangsa yang besar ini sudah menghargai sejarahnya?
Komentar
Posting Komentar